Kupas Tuntas Pernik Ibadah Minggu

on Sunday, January 29, 2012

Seminggu sekali kita berkumpul di gereja, mengulang ritual yang sama-sama lagi. Pernahkah kita mencari tahu makna di baliknya? Kami dari tim liturgi telah lama membawa kerinduan untuk mensosialisasikan makna setiap tindakan yang kita lakukan di kebaktian Minggu, agar kita bisa menjalankan kebaktian Minggu dengan lebih bermakna. Tidak hanya menjadi pengikut pasif yang duduk-berdiri-duduk-salaman di ibadah Minggu, tetapi menjadi jemaat yang aktif dan memahami makna di balik ritual. Percayalah, niscaya ibadah kita akan terasa lebih berbeda!

Maka, berbekal kerinduan ini, kami merancang minggu ini dan empat minggu ke depan sebagai Bulan Liturgi GKI Kelapa Cengkir. Kami akan menghadirkan terbitan khusus ini sebagai pendampingan bagi jemaat sekalian dalam meraih ibadah yang lebih khusuk dan mengena. Selamat menghayati liturgi gereja

God Bless,
Tim Liturgi GKI KC


Liturgi
Oleh: Andar Ismail
“Apa liturgi untuk besok sudah siap?” “Aduh. liturgi tadi pagi panjang betul.” “Mana cukup mencetak liturgi cuma 200 lembar?” Dalam ketiga ucapan ini kata liturgi digunakan dalam arti yang keliru.

Apa itu liturgi? Sekitar 400 tahun sebelum kelahiran Kristus, kata itu sudah lazim dalam budaya Yunani-Romawi. Kata leitourgia (leos= rakyat, ergon = kerja) berarti kerja bakti yang dilakukan penduduk kota. PAda zaman itu liturgi berarti apa yang dibaktikan seseorang bagi kepentingan kehidupan bersama. Kemudian liturgi juga berarti pajak yang dibayar oleh warga negara. Sekitar tahun 300 SM kaya liturgi mendapat arti lain, yakni ibadah dalam kuil. Beberapa ratus tahun kemudian para pengarang Perjanjian Baru memakai kata liturgi untuk ibadah atau kebaktian kepada Tuhan. Dalam Kisah Para Rasul 13:2 tertulis: “Pada suatu hari ketika mereka beribadah (Yunani: leitourgounton) kepada Tuhan…” Dari situ kita sekarang mengenal kata liturgi dalam arti tata ibadah.

Liturgi adalah kaidah untuk ibadah, aturan untuk ibadah dan tata cara untuk ibadah. Dengan liturgi kita beribadah dengan persiapan dan pemahaman, bukan secara dadakan atau asal-asalan. Dengan demikian, kita menyanyi bukan asal bunyi atau berdoa bukan asal ngomong. Dengan demikian ibadah menjadi tertib, teratur, dan khidmat. Itulah maksud Rasul Paulus ketika ia berpesan bahwa ibadah “harus berlangsung dengan sopan dan teratur” (1 Kor 14:40).

0 comments:

Post a Comment